KONSEP
PENYAKIT
1.1 PENGERTIAN
Gambar
1.1 Leukemia adalah keganasan yang
berasal
dari sel-sel induk sistem hematopoietik.
Leukemia adalah
keganasan yang berasal dari sel-sel induk sistem hematopoietik yang
mengakibatkan ploriferasi sel-sel darah putih tidak terkontrol dan pada sel-sel
darah merah namun sangat jarang. (Gale,
2000 : 186).
Sehingga terjadi
ekspansi progresif dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang,
kemudian sel leukemia beredar secara sistemik dan mempengaruhi produksi dari
sel-sel darah normal lainnya. (Bakta,I
Made, 2007 :120).
Leukemia limfoblastik
akut (ALL) adalah penyakit yang berkaitan dengan sel jaringan tubuh yang
tumbuhnya melebihi dan berubah menjadi
ganas tidak normal serta bersifat ganas, yaitu sel-sel sangat muda yang
serharusnya membentuk limfosit berubah menjadi ganas.
LLA merupakan kanker yang paling banyak
dijumpai pada anak, yaitu 25-30 % dari seluruh jenis kanker pada anak. Angka kejadian tertinggi
dilaporkan antara usia 3-6 tahun, dan laki-laki lebih banyak daripada
perempuan. Gejala lain yang perlu diwaspadai adalah tubuh lemah dan
sesak nafas akibat anemia, infeksi dan demam akibat
Kekurangan sel darah putih normal, serta pendarahan
akibat kurangnya trombosit. (Rulina, 2003).ALL merupakan penyakit yang paling
umum pada anak (25% dari seluruh kanker yang terjadi). Di Amerika Serikat, kira-kira 2400 anak dan
remajamenderita ALL setiap tahun. Insiden ALL
terjadi jauh lebih tinggi pada anak-anak kulit putih daripada kulit
hitam. Perbedaan juga tampak pada jenis kelamin, dimana kejadian ALL lebih
tinggi pada anak laki-laki kurang dari 15 tahun. Insiden kejadian 3,5 per
100.000 anak berusia kurang dari 15 tahun. Puncak insiden
pada umur 2-5 tahun dan menurun pada dewasa (Moh. Supriatna.2002. http://www.scribd.com/doc/52407689/REFERAT-LEUKEMIA-PADA-ANAK-almost-done)
1.2 Klasifikasi
1.2.1
Leukemia Lyphoblastic
Akut (ALL)
ALL
dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak,
laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun,
setelah usia 15 tahun ALL jarang terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
Secara
morfologik menurut FAB ALL dibagi menjadi tiga yaitu:



1.2.2
Leukemia
Nonlymphoblastik Akut (ANLL)
Secara
morfologik yang umum dipakai adalah klasifikasi dari FAB:






a) Subtipe
M5a: tanpa maturasi
b) Subtipe
M5b: dengan maturasi


1.3 ETIOLOGI
1.3.1
Faktor predisposisi
1. Penyakit
defisiensi imun tertentu, misalnya agannaglobulinemia; kelainan kromosom,
misalnya sindrom Down (risikonya 20 kali lipat populasi umumnya); sindrom
Bloom.
2. Virus
Virus sebagai
penyebab sampai sekarang masih terus diteliti. Sel leukemia mempunyai enzim
trankriptase (suatu enzim yang diperkirakan berasal dari virus). Limfoma
Burkitt, yang diduga disebabkan oleh virus EB, dapat berakhir dengan leukemia.
3. Radiasi
ionisasi
Terdapat bukti
yang menyongkong dugaan bahwa radiasi pada ibu selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko pada janinnya. Baik dilingkungan kerja, maupun pengobatan
kanker sebelumnya. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan
agen anti neoplastik.
4. Herediter
Faktor herediter lebih sering pada saudara sekandung
terutama pada kembar monozigot.
5. Obat-obatan
Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti
diethylstilbestrol
1.3.2
Faktor Lain
1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar
radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus
dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras
3. Faktor konstitusi seperti kelainan
kromosom, herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau
kembar satu telur).
1.4 MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik leukemia
akut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya timbul cepat, dalam beberapa hari
sampai minggu. Gejala leukemia akut dapat digolongkan menjadi tiga yaitu;
1. Gejala
kegagalan sumsum tulang:
a. Anemia
menimbulkan gejala pucat dan lemah. Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat
dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan
berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah
merah kurang. Anak yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah,
kadang-kadang sesak nafas.
b. Netropenia
menimbulkan infeksi yang ditandai demam, malaise, infeksi rongga mulut,
tenggorokan, kulit, saluran napas, dan sepsis sampai syok septic.
c. Trombositopenia
menimbulkan easy bruising, memar, purpura perdarahan kulit, perdarahan mukosa,
seperti perdarahan gusi dan epistaksis. Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat
dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau
perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat
terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat
rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
2. Keadaan
hiperkatabolik yang ditandai oleh:
a. Kaheksia
b. Keringat
malam
c. Hiperurikemia
yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
3. Infiltrasi
ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain seperti:
a. Nyeri
tulang dan nyeri sternum
b. Limfadenopati
superficial
c. Splenomegali
atau hepatomegali biasanya ringan
d. Hipertrofi
gusi dan infiltrasi kulit
e. Sindrom
meningeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk.
f. Ulserasi
rectum, kelainan kulit.
g. Manifestasi
ilfiltrasi organ lain yang kadang-kadang terjadi termasuk pembengkakan testis
pada ALL atau tanda penekanan mediastinum (khusus pada Thy-ALL atau pada
penyakit limfoma T-limfoblastik yang mempunyai hubungan dekat)
4. Gejala
lain yang dijumpai adalah:
a. Leukostasis
terjadi jika leukosit melebihi 50.000/µL. penderita dengan leukositosis
serebral ditandai oleh sakit kepala, confusion, dan gangguan visual.
Leukostasis pulmoner ditandai oleh sesak napas, takhipnea, ronchi, dan adanya
infiltrasi pada foto rontgen.
b. Koagulapati
dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer. DIC lebih sering dijumpai pada
leukemia promielositik akut (M3). DIC timbul pada saat pemberian kemoterapi
yaitu pada fase regimen induksi remisi.
c. Hiperurikemia
yang dapat bermanifestasi sebagai arthritis gout dan batu ginjal.
d. Sindrom
lisis tumor dapat dijumpai sebelum terapi, terutama pada ALL. Tetapi sindrom
lisis tumor lebih sering dijumpai akibat kemoterapi.
(Bakta,I Made,
2007 :126-127).
1.5 KOMPLIKASI
1.6.1
Infeksi
Komplikasi ini yang sering ditemukan
dalam terapi kanker masa anak-anak adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder
karena neutropenia. Anak paling rentan terhadap infeksi berat selama tiga fase
penyakit berikut:
1. Pada
saat diagnosis ditegakkan dan saat relaps (kambuh) ketika proses
leukemia telah menggantikan leukosit normal.
2. Selama terapi imunosupresi
3. Sesudah pelaksanaan terapi
antibiotic yang lama sehingga mempredisposisi pertumbuhan mikroorganisme yang
resisten.
Walau
demikian , penggunaan faktor yang menstimulasi-koloni granulosit telah
mengurangi insidensi dan durasi infeksi pada anak-anak yang mendapat terapi
kanker. Pertahanan pertama melawan infeksi adalah pencegahan. (Wong, 2009:1141)
1.6.2
Perdarahan
Sebelum
penggunaan terapi transfuse trombosit, perdarahan merupakan penyebab kematian
yang utama pada pasien leukemia. Kini sebagaian besar episode perdarahan dapat
dicegah atau dikendalikan dengan pemberian konsentrat trombosit atau plasma
kaya trombosit.
Karena
infeksi meningkat kecenderungan perdarahan dan karena lokasi perdarahan lebih
mudah terinfeksi, maka tindakan pungsi kulit sedapat mungkin harus dihindari.
Jika harus dilakukan penusukan jari tangan, pungsi vena dan penyuntikan IM dan
aspirasi sumsum tulang, prosedur pelaksanaannya harus menggunakan teknik
aseptic, dan lakukan pemantauan kontinu untuk mendeteksi perdarahan.
Perawatan
mulut yang saksama merupakan tindakan esensial, karena sering terjadi
perdarahan gusi yang menyebabkan mukositis. Anak-anak dianjurkan untuk
menghindari aktivitas yang dapat menimbulkan cedera atau perdarahan seperti
bersepeda atau bermain skateboard,
memanjat pohon atau bermain dengan ayunan.(Wong,
2009:1141-1142)
Umumnya
transfuse trombosit hanya dilakukan pada episode perdarahan aktif yang tidak
bereaksi terhadap terapi lokal dan yang terjadi selama terapi induksi atau
relaps. Epistaksis dan perdarahan gusi merupakan kejadian yang paling sering
ditemukan.
1.6.3
Anemia
Pada
awalnya, anemia dapat menjadi berat akibat penggantian total sumsum tulang oleh
sel-sel leukemia. Selama terapi induksi, transfusi darah mungkin diperlukan.
Tindakan kewaspadaan yang biasa dilakukan dalam perawatan anak yang menderita
anemia harus dilaksanakan. (Wong, 2009 :
1142)
1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan
Laboratorium
a. Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan Apus Darah
Tepi
©
Jumlah leukosit dapat
normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Jumlah leukosit biasanya
berbanding langsung dengan jumlah blas. Jumlah leukosit neutrofil seringkali
rendah
©
Hiperleukositosis (>
100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebih
200.000/mm3.
©
Pada umumnya terjadi
anemia dan trombositopenia
©
Prporsi sel blast pada
hitung leukosit bervariasi dari 0-100%
©
Hitung trombosit kurang
dari 25.000/mm3
©
Kadar hemoglobin rendah
b. Aspirasi
dan Biopsi sumsum tulang
Apus
sumsum tulang tampak hiperselular dengan limpoblast yang sangat banyak lebih
dari 90% sel berinti pada ALL dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan
oleh sel-sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil,
sehingga touch imprint dari jaringan
biopsy penting untuk evaluasi gambaran sitologi.
Dari
pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran monoton, yaitu hanya terdiri
dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia
sekunder).
c. Sitokimia
Pada
ALL, pewarnaan Sudan Black dan
mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negative. Mieloperoksidase adalah
enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari precursor
granulositik yang dapat dideteksi pada sel blast AML.
Sitokimia
berguna untuk membedakan precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase
asam akan positif pada limfosit T yang gans, sedangkan sel B dapat memberikan
hasil yang positif pada pewarnaan periodic
acid Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limpoblast dapat dideteksi
dengan pewarnaan imunoperoksidase atau
flow cytometry
d. Imunofenotif
(dengan sitometri arus/ Flow cytometry)
Reagen yang
dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtype imunologi adalah antibody
terhadap:
a. Untuk
sel precursor B: CD 10 (common ALL antigen),
CD19,CD79A,CD22, cytoplasnic m-heavy
chain, dan TdT
b. Untuk
sel T: CD1a,CD2,CD3,CD4,CD5 ,CD7,CD8 dan TdT
c. Untuk
sel B: kappa atau lambda CD19,CD20, dan CD22
e. Sitogenetik
Analisi
sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan
dengan subtype ALL tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostik.
Translokasi t(8;14), t(2;8), dan t (8;22) hanya ditemukan pada ALL sel B, dan
kelainan kromosom ini menyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari
gen c-myc pada kromosom 8.
f. Biopsi
limpa
pemeriksaan ini
memeperlihatkan poriferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan
limpa yang terdesak, seperti limposit normal, RES, granulosit, dan pulp cell.
1.7 PENATALAKSANAAN DAN TERAPI
1.8.1
Penatalaksanaan
terapi
1.
Transfusi darah
Biasanya
diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 g%. pada trombositopenia yang berat dan
perdarahan massif, dapat diberikan transfuse trombosit dan bila terdapat
tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid
(prednisone,kortison,deksametason)
Setelah dicapai
remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika
Selain
sitostatika yang lama (6-merkatopurin
atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan
lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan
berbagai nama obat lainnya. umumnya sitostatiska diberikan dalam kombinasi
bersama-sama dengan prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat
akibat samping berupa alopecia, stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau
kandidiasis. Bila jumlah leukosit kurang dari 2000/ mm3 pemberiannya
harus hati-hati.
4. Infeksi
sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat dikamar yang suci hama)
5. Imunoterapi,
merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai
diberikan (mengenai cara pengobatan yang terbaru, masih dalam pengembangan)
Cara pengobatan
berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari pengalaman, tetapi prinsipnya
sama yaitu dengan pola dasar:
1. Induksi
Dimaksudkan
untuk mencapai remisi dengan berbagai obat tersebut sampai sel blas dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi
Bertujuan agar
sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
3. Rumat
Untuk
mempertahankan masa remisi, agar lebih lama. Biasanya dengan memberikan
sitostatika setengah dosis biasa.
4. Reinduksi
Dimaksudkan
untuk mencegah relaps. Biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemebrian
obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
5. Mencegah
terjadinya leukemia pada susunan saraf pusat. Diberikan MTX secara intratekal
dan radiasi cranial.
6. Pengobatan
immunologic
Pola ini dimaksudkan menghilangkan sel leukemia yang
ada didalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya
dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus. Pungsi sumsum tulang diulang
secara rutin setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu).
1.8.2
Pemeriksaan
Diagnostik
Hitung darah lengkap dan diferensiasinya
adalah indikasi utama bahwa leukemia tersebut mungkin timbul. Semua jenis
leukemia tersebut didiagnosis dengan aspirasi dan biopsi sumsum tulang. Contoh
ini biasanya didapat dari tulang iliaka dengan pemberian anestesi lokal dan
dapat juga diambil dari tulang sternum. (Gale,
2000 : 185)
Pada
leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:
1. Darah
tepi
a.
Dijumpai anemia
normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul cepat.
b.
Trombositopenia, sering
sangat berat di bawah 10 x 106/l
c.
Leukosit meningkat,
tetapi dapat juga normal atau menurun (aleukemic
leukemia). Sekitar 25% menunjukan leukosit normal atau menurun, sekitar 50%
menunjukan leukosit meningkat 10.000-100.000/mm3 dan 25% meningkat
100.000/mm3
d.
Apusan darah tepi: khas
menunjukan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast,
erythroblast atau megakariosit ) yang melebih 5% dari sel berinti pada darah
tepi. Sering dijumpai pseudo Pelger-Huet
Anomaly yaitu netrofil dengan lobus sedikit (dua atau satu) yang disertai
dengan hipo atau agranular.
2. Sumsum
tulang
Merupakan
pemeriksaan yang sifatnya diagnostik. Ditemukan banyak sekali sel primitif.
Sumsum tulang kadang-kadang mengaloblastik; dapat sukar untuk membedakannya
dengan anemia aplastik. Harus diambil sampel dari tempat ini. (Rendle.Ikhtisar
Penyakit Anak.1994;184). Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti
sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya leukomic gap
(terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang, tanpa
sel antara). System hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah blast minimal
30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel pada apusan
sumsum tulang).
3. Pemeriksaan
immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting
untuk menentukan klasifikasi imunologik leukemia akut. Pemeriksaan inni
dikerjakan untuk pemeriksaan surface
marker guna membedakan jenis leukemia.
4. Pemeriksaan
sitogenetik
Pemeriksaan kromosom merupakan
pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam diagnosis leukemia karena kelainan
kromosom dapat dihubungkan dengan prognosis.
1.8.2.1 Pengobatan
a.
Pengobatan khusus dan
harus dilakukan di rumah sakit. Berbagai regimen pengobatannya bervariasi,
karena banyak percobaan pengobatan yang masih terus berlangsung untuk
menentukan pengobatan yang optimum.
b.
Obat-obatan kombinasi
lebih baik daripada pengobatan tunggal.
c.
Jika dimungkinkan, maka
pengobatan harus diusahakan dengan berobat jalan.
d.
Daya tahan tubuh
penderita menurun karena sel leukemianya, demikian pula karena obat-obatan, dan
karena itu infeksi oleh organisme tertentu dapat menjadi masalah, misalnya
septicemia. Organisme yang sering ditemukan adalah stafilokokus, pneumocystis carinii, jamur dan
sitomegalovirus.
1.8.2.2 Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat
digolongkan menjadi dua yaitu:
1. Terapi
spesifik: dalam bentuk kemoterapi
Kemoterapi
memiliki tahapan pengobatan yaitu:
a.
Induksi Remisi.
Banyak obat yang dapat membuat
remisi pada leukemia limfositik akut. Pada waktu remisi, penderita bebas dari
symptom, darah tepi dan sumsum tulang normal secara sitologis, dan pembesaran
organ menghilang. Remisi dapat diinduksi dengan obat-obatan yang efeknya hebat
tetapi terbatas. Remisi dapat dipertahankan dengan memberikan obat lain yang
mempunyai kapasitas untuk tetap mempertahankan penderita bebas dari penyakit
ini.
Berupa kemoterapi intensif untuk
mencapai remisi, yaitu suatu keadaan di mana gejala klinis menghilang, disertai
blast sumsum tulang kurang dari 5%. Dengan pemeriksaan morfolik tidak dapat
dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi. (Bakta,I Made, 2007 : 131-133)
Biasanya 3 obat atau
lebih diberikan pada pemberian secara berurutan yang tergantung pada regimen
atau protocol yang berlaku. Beberapa rencana induksi meliputi: prednisone,
vinkristin (Oncovin),daunorubisin (Daunomycin), dan L-asparaginase (Elspar).
Obat-obatan lain yang mungkin dimasukan pada pengobatan awal adalah
6-merkaptopurin (Purinethol) dan Metotreksat (Mexate). Allopurinol diberikan
secara oral dalam dengan gabungan kemoterapi untuk mencegah hiperurisemia dan
potensial adanya kerusakan ginjal. Setelah 4 minggu pengobatan, 85-90%
anak-anak dan lebih dari 50% orang dewasa dengan ALL dalam remisi komplit.
Teniposude (VM-26) dan sitosin arabinosid (Ara-C) mungkin di gunakan untuk
menginduksi remisi juka regimen awal gagal. (Gale, 2000 : 185)
a.
Obat yang dipakai
terdiri atas:




b.
Regimen yang dipakai
untuk ALL dengan risiko standar terdiri atas:


c.
Regimen untuk ALL denga
risiko tinggi atau ALL pada orang dewasa antara lain:


b. Fase
postremisi
Suatu fase pengobatan untuk
mempertahankan remisi selama mungkin yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan.
Hal ini dicapai dengan:
a.
Kemoterapi lanjutan,
terdiri atas:



b.
Transplantasi sumsum
tulang: merupakan terapi konsolidasi yang memberikan penyembuhan permanen pada
sebagaian penderita, terutama penderita yang berusia di bawah 40 tahun.
Terapi postremisi
a.
Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia
yang bersembunyi dalam SSp dan testis)

b.
Terapi
iontensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen noncrossresistant terhadap
regimen induksi remisi.
c.
Terapi pemeliharaan
(maintenance): umumnya dipakai 6 mercaptopurine
(6 MP) peroral dan MTX tiap minggu. Di berikan selama 2-3 tahun denga diselingi
terapi konsolidasi atau intesifikasi.
2. Terapi
suportif
Terapi
ini bertujuan untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena proses
leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi.
Terapi
suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya dengan terapi spesifik
karena akan menentukan angka keberhasilan terapi. Kemoterapi intensif harus ditunjang
oleh terapi suportif yang intensif pula, kalu tidak maka penderita dapat
meninggal karena efek samping obat, suatu kematian iatrogenic. Terapi suportif
berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia
itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang
diberikan adalah;
1.
Terapi untuk mengatasi
anemia
Transfusi
PRC untuk mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10 g/dl. Untuk calon transplantasi
sumsum tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari.
2.
Terapi untuk mengatasi
infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri atas:
a.
Antibiotika adekuat
b.
Transfusi konsentrat
granulosit
c.
Perawatan khusus
(isolasi)
d.
Hemopoitic
growth factor (G-CSF atau GM-CSF)
3.
Terapi untuk mengatasi
perdarahan terdiri atas:
a.
Transfuse konsentrat
trombosit untuk mempertahankan trombosit minimal 10 x 106/ml,
idealnya diatas 20 x 106/ml
b.
Pada M3 diberikan
Heparin untuk mengatasi DIC
4.
Terapi untuk mengatasi
hal-hal lain yaitu:
a.
Pengelolaan leukostasis
: dilakukan dengan hidrasi intravenous dan leukapheresis. Segera lakukan
induksi remisi untuk menurunkan jumlah leukosit
b.
Pengelolaan sindrom
lisis tumor: dengan hidrasi yang cukup, pemberiaan alopurinol dan alkalinisasi
urin.
Hasil pengobatan
Hasil pengobatan tergantung pada
berikut ini:
1.
Tipe leukemia : pada
umumnya ALL mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan dengan AML
2.
Karakteristik faktor
prognostik dari penderita
3.
Jenis regimen obat yang
diberikan
PENGKAJIAN
1 BIODATA
3.1.1 Identitas Anak
Umur : ALL lebih sering terjadi
pada umur kurang dari 5 tahun. Angka kejadian tertinggi adalah pada umur 3
tahun.
Jenis kelamin : leukemia limpfositik akut paling
sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
3.1.2
Identitas Orang Tua
Pendidikan : Pendidikan yang rendah pada orang
tua mengakibatkan kurangnya pengetahuan terhadapa penyakit anaknya.
Pekerjaan :
Pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan bahan kimia , radiasi sinar X ,
sinar radioaktif, berpengaruh kepada anaknya. Selain itu sejauh mana orang tua
mempengaruhi pengobatan penyakit anaknya.
2 Keluhan utama
Nyeri
sendi dan tulang sering terjadi, lemah , nafsu makan menurun, demam (jika
disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala, purpura, penurunan
berat badan dan sering ditemukan suatu yang abnormal. Kelelahan dan petekie
berhubungan dengan trombositopenia juga merupakan gejala-gejala umum terjadi
3 Riwayat
Kehamilan dan kelahiran
Saat
hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan penyedap rasa. Radiasi
pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko pada janinnya. Lebih sering
pada saudara sekandung, terutama pada kembar.
4 Riwayat
Keluarga
Insiden ALL
lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang terlebih
pada kembar monozigot (identik).
5 Riwayat
Tumbuh kembang
Pada penderita
ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami keterlambatan akibat nutrisi yang
didapat kurang karena penurunan nafsu makan, pertumbuhan fisiknya terganggu,
terutama pada berat badan anak tersebut. Anak keliatan kurus, kecil dan tidak
sesuai dengan usia anak.
Usia
|
Rata-rata Berat Badan
(Kg)
|
3
hari
|
3,0
|
10
hari
|
3,2
|
3
bulan
|
5,4
|
6
bulan
|
7,3
|
9
bulan
|
8,6
|
1
tahun
|
9,5
|
2
tahun
|
11,8
|
4
tahun
|
16,2
|
6
tahun
|
20,0
|
10
tahun
|
28,0
|
14
tahun
|
45,0
|
18
tahun
|
54,0
|
Tabel
1.1 Rata-rata normal sesuai usia
(Wong, Donna L, 2004 : 134)
Sedangkan
pada keadaan normal anak lingkar kepala mencapai 42,5 pada usia 6 bulan. Setiap
bulannya lingkar kepala meningkat 1,25 cm.
(Betz, Cecily, 2002 : 538)
Pada
anak dengan penderita penyakit ALL cenderung berat badan menurun, dan tidak
sesuai usia, lingkar kepala dan panjang badan relatif tetap (normal).
a. Riwayat
Perkembangan
·
Motorik Kasar
a. Pada
anak normal
-
Mengangkat kepala saat
tengkurap
-
Dapat duduk sebentar
dengan ditopang
-
Dapat duduk dengan
kepala tegak
-
Jatuh terduduk di
pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri
-
Control kepala sempurna
-
Mengangkat kepala
sambil berbaring terlentang
-
Berguling dari
terlentang ke miring
-
Posisi lengan dan
tungkai kurang fleksi
-
Berusaha untuk
merangkak
(Betz,
Cecily, 2002 : 539)
Pada
anak dengan penyakit ALL pada umumnya dapat melakukan aktivitas secara normal,
tapi mereka cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas yang terlalu berat
(membutuhkan banyak energi).
·
Motorik Halus
a. Pada
keadaan normal
-
Melakukan usaha yang
bertujuan untuk memegang suatu objek
-
Mengikuti objek dari
sisi ke sisi
-
Mencoba memegang benda
tapi terlepas
-
Memasukkan benda ke
dalam mulut
-
Memperhatikan tangan
dan kaki
-
Memegang benda dengan
kedua tangan
-
Menahan benda di tangan
walaupun hanya sebentar
(Betz,
Cecily, 2002 : 539)
Pada
umumnya anak dengan ALL masih dapat melakukan aktivitas ringan seperti halnya
anak-anak normal. Karena aktivitas ringan tidak membutuhkan energi yang banyak
dan anak tidak mudah lelah
6 Data
psikososio spiritual
a. Psikologi:
Anak
belum tahu tentang penyakitnya, sehingga anak tidak merasa memiliki
penyakit. Orang tua mengalami kecemasan
mengenai penyakit yang dialami anak, kondisinya apakah bisa sembuh atau tidak,
serta masalah financial keluarga.
b. Sosial:
Anak
jarang bermain dengan teman-temannya, karena kondisi anak lemah sehingga
orangtua tidak mengizinkan anak untuk beraktivitas yang berat. Dirumah anak
bermain dengan orang tua dan saudaranya, tetapi bermain yang ringan.
c. Spiritual:
Sebelum
tidur anak diingatkan oleh orang tua untuk berdoa. Saat anak melihat orang
tuanya berdoa anak mengikuti cara orang tuanya berdoa.
7 ADL
a. Nutrisi:
Anak
makan 2 kali sehari, pada ALL terjadi penurunan nafsu makan. Anak suka
makan makanan siap saji maupun jajan
diluar rumah. Anak tidak suka makan sayur-sayuran, makan buah kadang-kadang
sehingga zat besi yang diperlukan berkurang. Selain itu pengaruh ibu yang suka masak menggunakan penyedap rasa dan
sering menyediakan makanan siap saji dirumah.
Gizi merupakan komponen penting lain
dalam pencegahan infeksi. Asupan protein-kalori yang adekuat akan memberikan
hospes pertahanan yang lebih baik terhadap infeksi dan meningkatkan toleransi
terhadap kemoterapi dan iradiasi.
b. Aktivitas
istirahat dan tidur:
Saat
beraktivitas anak cepat kelelahan. Anak
kebanyakan istirahat dan tidur karena kelemahan yang dialaminya. Sebagaian
aktivitas biasanya dibantu oleh keluarga. Saat tidur anak ditemani oleh ibunya.
Tidur anak terganggu karena nyeri sendi yang sering dialami oleh leukemia.
c. Eleminasi:
Anak gangguan ALL pada umumnya mengalami
diare, dan penurunan haluran urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair.
Haluan urin sedikit yang disebabkan susahnya masukan cairan pada anak, warna urine kuning keruh. Saat BAK anak
merasa nyeri karena nyeri tekan diperianal.
d. H.P:
Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x
setelah makan dan mau tidur. Sebagaian aktivitas hygiene personal sebagaian
dibantu oleh orang tua.
8
Keadaan Umum:
Pada
anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis
9
Pemeriksaan TTV
RR : Pada penderita PDA, manifestasi
kliniknya pada umumnya anak sesak nafas, tachypnea (Pernafasan >70x/menit),
retraksi dada
Usia
|
Nilai
Pernafasan
|
Bayi baru lahir
|
35
|
1-11 bulan
|
30
|
2 tahun
|
25
|
4 tahun
|
23
|
6 tahun
|
21
|
8 tahun
|
20
|
10-12 tahun
|
19
|
14 tahun
|
17
|
16 tahun
|
17
|
18 tahun
|
16-18
|
Tabel
1.4 Nilai Pernafasan rata-rata setiap menit sesuai umur
(Weni Kristiyani Sari, 2010 : 6)
Nadi : Pada penderita ALL, terdapat
manifestasi klinik nadi teraba kuat dan cepat (takikardia)
Usia
|
Waktu bangun
(kali/menit)
|
Tidur
(kali/menit)
|
Demam
(kali/menit)
|
Bayi baru lahir
|
100-180
|
80-160
|
>200
|
1 minggu-3 bulan
|
100-120
|
80-200
|
>200
|
3 bulan-2 tahun
|
70-120
|
70-120
|
>200
|
2-10 tahun
|
60-90
|
60-90
|
>200
|
10 tahun-dewasa
|
50-90
|
50-90
|
>200
|
Tabel
1.4 Nilai Nadi Normal pada Anak
(Weni Kristiyani Sari, 2010 : 6)
TD :
pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi
disebabkan oleh hiperviskositas darah
Usia
|
Sistolik
(mmHg)
|
Diastolik
(mmHg)
|
Neonatus
|
80
|
45
|
6-12 bulan
|
90
|
60
|
1-5 tahun
|
95
|
65
|
5-10 tahun
|
100
|
60
|
10-15 tahun
|
115
|
60
|
Tabel
1.3 Nilai Tekanan Darah Normal pada Bayi dan Anak-anak
(Aziz Alimul, 2005 : 279 )
Suhu : Pada penderita ALL yang terjadi
infeksi l suhu akan naik (hipertermi, >37,50C)
Usia
|
Nilai Suhu
|
3 bulan
|
37,5
|
6 bulan
|
37,5
|
1 tahun
|
37,7
|
3 tahun
|
37,2
|
5 tahun
|
37
|
7 tahun
|
36,8
|
9 tahun
|
36,7
|
11 tahun
|
36,7
|
13 tahun
|
36,6
|
Tabel
1.2 Nilai Suhu rata-rata normal anak
(Weni Kristiyani Sari, 2010 : 5)
10
Pemeriksaan Fisik Head to Toe
b. Kepala dan Leher

Ø apakah terdapat peradangan (infeksi
oleh jamur atau bakteri). Penyebab yang paling sering adalah stafilokokus,streptokokus, dan bakteri gram
negative usus serta berbagai spesies jamur.
Ø perdarahan gusi,
Ø pertumbuhan
gigi apakah sudah lengkap
Ø ada atau tidaknya karies gigi.

Ø Konjungtiva : anemis atau tidak.
Terjadi gangguan penglihatan akibat infiltrasi ke SSP,
Ø sclera: kemerahan, ikterik.
Ø Perdarahan pada retinas




c. Pemeriksaan Dada dan Thorax
-
Inspeksi :
bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada, penggunaan otot bantu
pernapasan
-
Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
-
Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
-
Auskultasi :
suara nafas, adakah ada suara napas
tambahan: ronchi (terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi
jantung I, II, dan III jika ada
d. Pemeriksaan Abdomen


e. Pemeriksaan Genetalia


f. Pemeriksaan integumen
Kulit :
a. Perdarahan
kulit (pruritus, pucat, sianosis,
ikterik, eritema, petekie, ekimosis, ruam)
b. nodul
subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah, diaforesis (gejala
hipermetabolisme).
c. peningkatan
suhu tubuh.
Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis
perifer.
g. Pemeriksaan Ekstremitas


NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
1
|
Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi
serebral sekunder akibat hipoksia jaringan
|
2
|
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan anoreksia
|
3
|
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya
oksigen ke dalam tubuh
|
4
|
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidak adekuatan sumber energi
|
5
|
Resiko infeksi yang
berhubungan dengan melemahnya daya tahan tubuh sekunder akibat gangguan hematologis.
|
6
|
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual
dan muntah
|
7
|
Ketidakefektifan
perfusi jaringan yang berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan
menurun
|
DAFTAR
PUSTAKA
Rendle,John-Short
dkk.1994.Ikhtisar Penyakit Anak
Ed;VI,Jilid;II.Binarupa Aksara. Jakarta
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak
Sakit. EGC.Jakarta
Soeparman-Waspadji,Sarwono.1994.Ilmu Penyakit Dalam;Jilid II.Balai
Penerbit FKUI.Jakarta
Gale,Danielle-Charette,Jane.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi.Penerbit
Buku Kedokteran;EGC.Jakarta
Hoffbrand,A.V dan Pettit,J.E.1987.Kapita Selekta Haematologi Ed;II.Penerbit
Buku Kedokteran;EGC.Jakarta
Wong,
Donna L.2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatriks,Vol 2.Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Jakarta
Blog yang sangat bermanfaat, untuk kesembuhan anak saya Khansa ...
BalasHapusTerima kasih.
penyakit ini memang sangat mengerikan klo terlambat di tangani, karena itu pengetahuan gejala untuk diagnosis awal sangat diperlukan, sehingga dapat ditangani lebih dini..
BalasHapushttp://obatleukemia.toko-gumilar.com/